Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan dari modal, jasa, atau hadiah serta penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pihak pemberi penghasilan umumnya memotong pajak ini saat terjadi transaksi dengan penerima penghasilan (penjual atau penyedia jasa). Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai pelaporan, bukti potong, dan objek pajak yang dikenakan pada PPh Pasal 23.
Pelaporan dan Bukti Potong PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 dikenakan pada penghasilan dari modal, jasa, serta hadiah atau penghargaan. Oleh karena itu, pihak yang memberikan penghasilan (pembeli atau pengguna jasa) memiliki kewajiban untuk memotong pajak ini dan melaporkannya kepada kantor pajak. Seiring dengan itu, pemerintah telah menambahkan objek PPh Pasal 23 menjadi 63 jenis jasa sebagaimana tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015. Anda harus mengikuti berbagai peraturan perpajakan yang mengatur pelaporan PPh Pasal 23 dengan cermat.
Bukti Potong PPh Pasal 23
Setiap pemotongan PPh 23 memerlukan bukti potong yang harus dibuat oleh pihak yang melakukan pemotongan. Selain itu, bukti ini terdiri dari dua rangkap: satu diberikan kepada pihak yang dikenakan pajak, dan satu lagi digunakan untuk pelaporan melalui e-Filling. Lebih lanjut, mulai September 2020, sesuai dengan KEP-368/PJ/2020, Wajib Pajak harus membuat bukti potong dan melaporkannya melalui e-Bupot DJP.
- Pihak yang melakukan pemotongan dapat memberikan bukti potong langsung kepada lawan transaksi.
- Bukti potong tersimpan dengan aman di Penyedia Jasa Aplikasi Pajak (PJAP) sementara DJP (Direktorat Jenderal Pajak) juga menyimpan salinan bukti potong tersebut.
Baca lainnya: Cara Mudah Lapor Pajak Penghasilan Freelancer Secara Online
Pelaporan PPh Pasal 23
Pihak pemotong pajak melakukan pelaporan PPh Pasal 23 dengan mengisi SPT PPh Pasal 23/26 dan melaporkannya melalui e-Filling atau fitur pajak online lainnya. Pelaporan ini harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah pemotongan terjadi. Misalnya, jika PPh 23 terpotong atas penghasilan royalti dengan tarif 15% pada tanggal 21 September, maka mereka harus melaporkan SPT PPh Pasal 23 sebelum tanggal 20 Oktober.
Jenis Objek Pajak PPh Pasal 23
Pemerintah telah menetapkan 63 jenis jasa sebagai objek PPh Pasal 23. Sebagai langkah selanjutnya, untuk mengetahui daftar lengkap objek PPh Pasal 23, Wajib Pajak dapat mengacu pada PMK No. 141/PMK.03/2015.
Berikut ini adalah beberapa contoh objek yang dikenakan PPh Pasal 23:
- Penilai (appraisal)
- Aktuaris
- Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
- Layanan hukum
- Arsitektur
- Perencanaan kota dan arsitektur lanskap;
- Desain (design)
- Pengeboran (drilling) dalam sektor minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang Badan Usaha Tetap (BUT)lakukan.
- Layanan penunjang di sektor panas bumi dan migas
- Penambangan dan jasa penunjang di sektor panas bumi dan migas
- Penunjang penerbangan dan bandar udara
- Penebangan hutan
- Pengolahan limbah
- Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing)
- Perantara dan/atau keagenan
- Perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang Bursa Efek, KSEI, dan KPEI lakukan
- Sentra Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
- Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali oleh KSEI
- Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
- Mixing film
- Pembuatan media promosi seperti film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamflet, baliho, dan brosur.
- Jasa terkait software atau hardware atau sistem komputer, termasuk pemeliharaan dan perbaika;
- Pembuatan dan/atau pengelolaan website
- Layanan internet termasuk konektivitasnya
- Penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program
- Wajib Pajak melakukan instalasi atau pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, kecuali di bidang konstruksi yang memiliki izin atau sertifikasi.
- Pemeliharaan/perbaikan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang Wajib Pajak lakukan di bidang konstruksi yang memiliki izin/sertifikasi
- Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat
- Jasa maklon
- Penyelidikan dan keamanan
- Penyelenggaraan kegiatan atau event organizer
- Penyediaan ruang dan/atau waktu di media massa, luar ruang, atau media lainnya untuk penyampaian informasi atau jasa periklanan
- Pembasmian hama
- Layanan kebersihan (cleaning service)
- Sedot septic tank
- Pemeliharaan kolam
- Katering atau tata boga
- Freight forwarding
- Logistik
- Pengurusan dokumen
- Pengepakan
- Loading dan unloading
- Laboratorium dan/atau pengujian, kecuali yang institusi pendidikan lakukan untuk tujuan penelitian akademis.
- Pengelolaan parker
- Penyondiran tanah
- Penyiapan dan/atau pengolahan lahan
- Pembibitan dan/atau penanaman bibit
- Pemeliharaan tanaman
- Permanenan
- Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau kehutanan
- Dekorasi
- Pencetakan/penerbitan
- Penerjemahan
- Pengangkutan atau ekspedisi, kecuali yang teratur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
- Pelayanan Pelabuhan
- Pengangkutan melalui jalur pipa
- Pengelolaan penitipan anak
- Pelatihan dan/atau kursus
- Pengiriman dan pengisian uang ke ATM
- Sertifikasi
- Survey
- Tester
- Jasa lainnya yang biayanya tertanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pihak Pemotong dan Pihak yang Terkena PPh Pasal 23
Tidak semua pihak wajib memotong PPh Pasal 23. Namun, beberapa pihak yang harus melakukan pemotongan pajak ini antara lain badan pemerintah, subjek pajak badan domestik, penyelenggara kegiatan, serta Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Pengecualian PPh Pasal 23
Beberapa hal yang tidak termasuk dalam PPh 23 adalah sebagai berikut:
- Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank.
- Sewa terkait dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
- Dividen (keuntungan) dari perseroan terbatas yang merupakan wajib pajak dalam negeri, koperasi, serta BUMN/BUMD yang didirikan dan berlokasi di Indonesia.
- Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang diberikan kepada anggotanya.
- Perusahaan yang menawarkan layanan keuangan dan berfungsi sebagai penyalur pinjaman atau pembiayaan menerima penghasilan yang dibayarkan.
Konsekuensi Jika Tidak Memotong PPh Pasal 23
Jika pihak yang seharusnya memotong PPh Pasal 23 tidak melakukannya, penerima penghasilan tidak wajib membuat bukti potong sendiri. Biasanya, pemotong PPh Pasal 23 adalah pihak pemberi kerja atau pemberi jasa. Apabila pemotongan tidak dilakukan, penerima jasa tidak dikenakan sanksi perpajakan, namun penerima tetap harus mengkreditkan pajak dalam SPT Badan di masa mendatang.
Kesimpulan
Pelaku usaha harus memperhatikan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagai salah satu bentuk kontribusi. Oleh karena itu, mereka harus memastikan proses pelaporan dan pembuatan bukti potong yang benar untuk menjaga kepatuhan pajak. Maka dari itu, memahami jenis objek pajak serta pihak yang berkewajiban memotong PPh Pasal 23, wajib pajak dapat menghindari potensi masalah perpajakan di masa mendatang. Untuk mempermudah pengelolaan pajak, penggunaan layanan e-Bupot DJP juga bisa menjadi solusi praktis dan aman.
Kantor Konsultan Pajak Ashadi dan Rekan, siap membantu Anda dalam memahami dan mengelola kewajiban perpajakan, termasuk pelaporan PPh Pasal 23. Hubungi kami untuk konsultasi lebih lanjut!
KPP Ashadi dan Rekan
KKP ASHADI DAN REKAN merupakan bagian dari firma Ashadi dan Rekan yang berdiri di tahun 2015 dan telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan KMK No. 84/KM.1/PPPK/2015, Tanggal 17 November 2015. Dalam menjalankan usahanya perusahaan memberikan pelayanan jasa konsultasi pada bidang konsultasi perpajakan, transfer pricing documentation, litigasi pajak dan training.
Hubungi Kami :
Hotline : +6221 22085079
Call/WA : +62 818 0808 0605
+62 812 1009 8813
Email : info@kkpashadirekan.com